BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Manusia yang hidup pada zaman
Praaksara sekarang sudah berubah menjadi fosil. Fosil manusia yang ditemukan di
Indonesia dalam perkembangan terdiri dari beberapa jenis. Penemuan-penemuan
fosil ini banyak disumbang oleh Indonesia. Hal ini dikarenakan Indonesia
merupakan wilayah tropis dan mempunyai iklim yang cocok dihuni manusia kala
itu. Penemuan-penemuan fosil sangat berguna bagi perkembangan ilmu sejarah
sekarang ini. Baik dalam hal menjelaskan kehidupan manusia kala itu. Hewan yang
pernah hidup dan bagaimana evolusi manusia hingga menjadi sekarang ini.
Indonesia banyak menyumbang fosil manusia-manusia purba. Dilihat dari hasil
penemuan di Indonesia maka dapat dipastikan Indonesia mempunyai banyak sejarah
peradapan manusia mulai saat manusia hidup. Dengan begitu ilmu sejarah akan
terus berkembang sejalan dengan fosil-fosil yang ditemukan. Hal ini diketahui
dari kedatangan para ahli dari Eropa pada abad ke-19, dimana mereka tertarik
untuk mengadakan penelitian tentang fosil manusia di Indonesia. Itu sebabnya
makalah ini dibuat untuk mengetahui lebih jelas dan terperinci mengenai
pengertian manusia purba yang ditemukan di Indonesia dan homo sapiens serta kehidupannya
pada masa itu.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat
dirumuskan beberapa permasalahan yang akan dibahas adalah sebagai berikut:
1.2.1 Apa
yang dimaksud dengan manusia purba?
1.2.2 Siapa
sajakah para ahli yang meneliti keberadaan manusia purba di Indonesia?
1.3 Tujuan Penulisan
Berdasarkan rumusan masalah di
atas, makalah ini bertujuan sebagai berikut:
1.3.1 Untuk
mengetahui pengertian manusia purba.
1.3.2 Untuk
mengetahui para ahli yang meneliti keberadaan manusia purba di Indonesia.
1.3.3
Untuk mengetahui kondisi alam dan
jenis-jenis manusia purba di Indonesia.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Manusia Purba
Manusia purba diyakini sudah tinggal di bumi ini
sekitar 4 juta tahun yang lalu. Tetapi para ahli meyakini bahwa manusia ini
sudah ada di bumi sejak 2 juta tahun yang lalu. Manusia purba adalah manusia
penghuni bumi pada zaman praaksara atau prasejarah yaitu zaman ketika manusia
belum mengenal tulisan. Secara fisik, cirri-ciri manusia purba mempunyai
kemiripan dengan manusia modern sekarang (homo sapiens) namun hal kecerdasannya
masih rendah (volume otak < 1200 cc) dibandingkan manusia modern. Mereka
biasanya hidup secara berkelompok dan mengandalkan bahan makanan dari alam
sekitar, baik beerupa tumubuh-tumbuhan maupun binatang, karena belum mengenal
cara bercocok tanam. Kehidupannyapun mereka menggunakan alat-alat yang masih
sangat sederhana pula. Alat-alat yang mereka gunakan biasanya dari
tulang-tulang binatang dan batu.
Para ahli dapat mendeskripsikan kehidupan manusia
purba setelah menemukan fosil atau artefak peninggalan manusia purba. Fosil
adalah tulang-belulang manusia maupun hewan dan tumbuhan yang telah membatu
dalam waktu yang sangat lama. Sedang Artefak adalah peralatan dan perlengkapan
kehidupan manusia untuk membantu memenuhi kehidupannya yang terbuat dari batu,
tulang, kayu, dan logam. Dengan ditemukannya fosil dan artefak tersebut dapat
disusun dan dirangkai perkiraan kehidupan manusia pada zaman lampau.
Fosil-fosil manusia hampir ditemukan di seluruh permukaan bumi. Melalui fosil
dan artefak itu para ahli dapat meneliti manusia purba untuk mengetahui dan
menentukan usia dan keberadaannya.
2.2 Para Peneliti Manusia Purba di
Indonesia
Fosil-fosil manusia purba banyak ditemukan di bumi
Indonesia. Namun penemuan itu belum dapat memastikan secara keseluruhan kehidupan dan keberadaan manusia purba di
wilayah Indonesia. Para ahli hanya dapat membuat berbagai macam perkiraan atau
penafsiran sebagian kecil kehidupan manusia purba. Berikut ini yang pernah
meneliti keberadaan manusia purba di Indonesia.
a.
Eugene
Dubois dan BD. Van Reitschotten
Ia
mempunyai nama lengkap Marie Francois Thomas Dubois, lahir pada 28 Januari
1858. Eugene Dubois adalah seorang dokter yang berkebangsaan Belanda yang
pertama kali datang ke Indonesia. Kedatangannya ke Indonesia bertujuan untuk
melaksanakan penelitian lebih lanjut tentang manusia purba di indonesia setelah
mendapat kiriman sebuah tengkorak manusia dari salah seorang teman yang bernama
BD. Van Reitchotten pada tahun 1889. BD. Van Reitchotten menemukan tengkorak di
daerah Wajak, pada saat ia melakukan penggalian marmer. Eugene Dubois berhasil
menemukan fosil tengkorak pada tahun 1890 di dekat Desa Trinil, Jawa Timur.
Fosil itu diberi nama Pithecanthropus Erectus (manusia kera yang berjalan
tegak). Fosil tersebut diduga berusia kurang lebih satu juta tahun. Penemuan
ini ternyata telah menggemparkan dunia ilmu pengetahuan di bidang paleontologi
dan biologi.
b. Ter
Haar, Oppenoorth, dan GRH. Von Koenigswald
Ketiga peneliti
mengadakan penelitian di daerah Ngandong (Kabupaten Blora). Mereka berhasil
menemukan empat belas fosil manusia purba. Fosil-fosil tersebut lebih dikenal
dengan Homo Soloensis, karena ditemukan di sepanjang aliran sungai Bengawan
Solo. Sekitar tahun 1936-1941, Von Koenigswald menemukan fosil rahang bawah
yang berukuran sangat besar, sehingga para ahli member nama Meganthropus
Paleojavanicus (artinya manusia besar yang berasal dari pulau Jawa) yang diduga
sama dengan Homo Mojokertensis.
c.
Tjokrohandoyo
dan Duifjes
Kedua tokoh ini
berhasil menemukan dua fosil di Desa Perning dekat Mojokerto dan Desa Sangiran
di daerah Sragen-Surakarta. Penemuan itu menjadi sangat penting karena
diperkirakan berasal dari lapisan tanah yang sangat tua (lebih kurang
diperkirakan dua juta tahun yang lalu). Fosil yang ditemukan tersebut diberi
nama Homo Mojokertensis.
d. Prof.
Dr. Teuku Jacob
Ia lahir di
Peurlak, Aceh Timur pada 6 Desember 1929. Setelah Indonesia merdeka, penelitian
itu dilakukan oleh Prof. Dr. Teuku Jacob, ia adalah ilmuwan yang terus
memperjuangkan penemuannya bahwa fosil di Flores bukan spesies baru, tetapi
bagian dari salah satu subspecies Homo Sapiens dengan ras Austromelanesid. Ia
menolak anggapan para ahli Barat bahwa manusia purba di kawasan Sangiran, Solo
bertradisi mengayau (memenggal kepala lalu memakan otak sesamanya). Prof. Dr.
Teuku Jacob melakukan penelitian di Desa Sangiran dan meluas sampai di sepanjang aliran sungai Bengawan Solo. Penelitian ini berhasil
menemukan 13 fosil, dan fosil terakhir ditemukan pada tahun 1973 di Desa
Sambung Macan dan Sragen.
2.3 Kondisi Alam dan Jenis Manusia
Purba di Indonesia
Konon pada
zaman es, wilayah kita terbagi menjadi dua bagian. Wilayah barat yang disebut Paparan
Sunda menjadi satu dengan Asia Tenggara kontinental. Paparan ini meliputi
Jawa, Kalimantan, serta Sumatra dan menjadi satu dengan daratan Asia Tenggara,
sehingga merupakan wilayah yang luas. Wilayah timur yang disebut Paparan
Sahul menjadi satu dengan Benua Australia. Wilayah yang terletak di antara
Paparan Sunda dan Sahul itu meliputi Kepulauan Sulawesi, Nusa Tenggara, dan
Maluku. Kawasan ini kelak, oleh Wallacea disebut penyaring bagi fauna
(bahkan manusia) di kedua daratan. Karenanya, tipe fauna di kedua daratan
cenderung berbeda satu dengan yang lainnya. Dengan dukungan iklim serta suhu
yang baik, evolusi tumbuhan dan hewan (termasuk Primates) bisa berlangsung.
Pada masa itu,
manusia hidup dalam kelompok-kelompok kecil di berbagai daerah dengan mobilitas
yang cukup tinggi. Jalur Indonesia-kontinen Asia bisa mereka tempuh melalui
rute darat, begitu pula dengan Indonesia-Australia. Peralatan batu yang
ditemukan di Sulawesi Selatan dan Nusa Tenggara serta di Filipina, mungkin bisa
digunakan untuk merunut kehidupan Pithecanthropus yang tinggal di
kawasan ini. Kemudahan komunikasi itu memungkinkan mereka untuk mengadakan
migrasi ke dalam dua arah yang berlawanan.
Perubahan mulai terjadi pada daratan dan kehidupan manusia, saat es
mulai mencair. Karena air laut menjadi lebih tinggi dan menutupi bagian-bagian
rendah dari kedua paparan, maka membentuk pulau-pulau baru yang saling
terpisah. Dampaknya adalah kelompok-kelompok manusia itu menjadi tercerai-berai
dan hidup di dalam pulau-pulau yang saling berlainan.
Fenomena alam
itu tidak hanya sekali terjadi, sehingga memungkinkan faktor-faktor evolusi
seperti seleksi alam, arus gen, dan efek perintis untuk bekerja. Hasilnya
adalah populasi baru yang mungkin sekali berbeda dengan induknya. Mungkin
karena faktor hibridisasi yaitu pembauran gen atau perjodohan antara dua
golongan makhluk hidup. Mungkin pula karena pigminasi yaitu
proses pengerdilan individu sebagai akibat adanya seleksi alam dan terbatasnya
bahan makanan untuk populasi yang semakin bertambah. Proses inilah yang antara
lain mengakibatkan mengapa manusia purba yang ditmukan di kawasan Sangiran
berbeda dengan yang ditemukan di Flores pada tahun 2004.
Latar belakang sejarah di atas memunculkan
kehidupan manusia di bumi Indonesia. Berdasarkan penemuan para ahli dapat
diketahui adanya beberapa jenis manusia purba yang berhasil ditemukan di
Indonesia, diantaranya:
a.
Meganthropus
Paleojavanicus
Meganthropus paleojavanicus berasal dari kata; Megan artinya besar, Anthropus artinya manusia, Paleo berarti tua, Javanicus yang artinya dari Jawa. Jadi bisa disimpulkan bahwa Meganthropus Paleojavanicus adalah manusia purba bertubuh besar tertua di Jawa. Fosil manusia purba ini ditemukan di daerah Sangiran, Jawa Tengah antara tahun 1936-1941 oleh seorang peneliti Belanda bernama Von Koeningswald. Hasil temuan tersebut berupa rahang bawah dan atas. Pada tahun 1952, Marks juga menemukan fosil rahang bawah manusia Meganthropus yang lain pada lapisan Kabuh (Pleistosen tengah) di Sangiran. Fosil yang ditemukan di Sangiran ini diperkirakan telah berumur 1-2 Juta tahun. Ciri-cirinya sebagai berikut:
1) Memiliki
tulang pipi yang tebal.
2) Memiliki
otot kunyah yang kuat.
3) Memiliki
perawakan yang tegap.
4) Memiliki
tonjolan kening yang menyolok.
5) Memiliki
tonjolan belakang yang tajam.
6) Tidak
memiliki dagu.
7) Memakan
jenis tumbuh-tumbuhan.
8) Mempunyai
tempat perlekatan otot tengkuk yang besar dan kuat.
b.
Pithecanthropus
Mojokertensis / Pithecanthropus Robustus
Pithecanthropus
Mojokertensis berarti manusia kera dari Mojokerto. Fosil manusia purba ini
ditemukan dan diteliti oleh Tjokrohandoyo yang bekerja di bawah pimpinan ahli
purbakala Duifjes pada tahun 1936 di daerah Kepuhlagen sebelah utara Perning,
Mojokerto. Temuan
tersebut berupa fosil anak-anak berusia sekitar 5 tahun. Pithecanthropus
Mojokertensis diperkirakan hidup sekitar 2,5 sampai 2,25 juta tahun yang lalu.
Jenis Phitecanthropus mempunyai ciri-ciri antara lain
sebagai berikut:
1) Badan tegap, tetapi tidak seperti
Meganthropus.
2) Tinggi badannya 165-180 cm.
3) Tidak mepunyai dagu.
4) Tulang tahang dan geraham kuat serta
bagian kening menonjol.
5) Volume otak belum sempurna seperti
jenis Homo, yaitu hanya berkisar 750 - 1.300 cc.
6) Tulang atap tengkorak tebal dan
berbentuk lonjong.
7) Alat pengunyah dan otot tengkuk
sudah mengecil.
c.
Pithecanthropus Erectus
Pithecanthropus erectus ditemukan oleh Eugene Dubois pada
tahun 1890 di sekitar lembah sungai Bengawan Solo, Desa Trinil (Ngawi), Jawa
Timur. Hasil temuan fosil tersebut setelah diteliti dan direkonstruksi ternyata
menunjukkan bentuk kerangka manusia yang menyerupai kera, sehingga dinamakan
Pithecanthropus Erectus yang berarti manusia kera yang berjalan tegak. Mereka
hidup sekitar satu juta sampai satu setengah juta tahun yang lalu.
Berdasarkan penelitian pada temuan fosil yang ada, dapat
disimpulkan bahwa Pithecanthropus Erectus mempunyai ciri-ciri antara lain:
1) Berjalan tegak.
2) Berbadan tegap dengan alat pengunyah
yang kuat.
3) Tinggi badan sekitar 165-170 cm
dengan berat badan ± 100 kg.
4) Makanannya masih kasar dengan
sedikit pengolahan.
5) Volume otaknya berada di antara kera
dan manusia.
d.
Homo Wajakensis
Fosil manusia purba jenis Homo
adalah jenis manusia purba yang mendekati ciri-ciri manusia modern. Fosil ini
ditemukan pada tahun 1889 oleh Eugene Dobois di desa Wajak (Tulung Agung) Jawa
Timur. Fosil yang ditemukan berupa tulang tengkorak, rahang bawah, dan beberapa
ruas tulang leher. Hidup antara 25.000-40.000 tahun yang lalu. Adapun jenis
Homo Wajakensis mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:
1)
Berbadan
tegap.
2)
Volume
otak lebih besar daripada Pithecanthropus, yaitu berkisar 1.000-2.000 cc dengan
rata-rata 1.350-1.450 cc.
3)
Alat
pengunyah, rahang, gigi dan otot tengkuk sudah mengecil.
4)
Otak
besar dan kecil sudah berkembang terutama kulit dan otaknya.
5)
Berjalan
lebih tegak.
6)
Tinggi
badan 130-210 cm dengan berat badan 30-150 kg.
7)
Muka
tidak terlalu menonjol ke depan.
8)
Tulang
tengkorak mulai membulat.
9)
Berkemampuan
membuat alat-alat dari batu dan tulang meskipun masih sangat sederhana.
e. Homo
Soloensis
Homo Soloensis merupakan jenis fosil manusia
praaksara yang ditemukan di lembah sungai Bengawan Solo, oleh Ter Haar dan Ir.
Oppenoorth pada tahun 1931–1934 di Desa Ngandong kabupaten Blora. Setelah
diteliti oleh Von Koenigswald, fosil
tersebut diketahui bahwa ternyata manusia purba jenis Homo Soloensis lebih
tinggi tingkatannya daripada Pithecanthropus Erectus. Jenis manusia purba
tersebut dinamakan Homo Soloensis atau manusia purba
dari Solo. Fosil yang ditemukan berupa tengkorak dan juga tulang
kering.
Homo Soloensis mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:
1) Otak kecilnya lebih kecil dari otak
kecil Pithecanthropus Erectus.
2) Tengkoraknya lebih besar daripada
Pithecanthropus Erectus.
3) Volume otaknya berkisar 1.000-1.300
cc.
4) Tonjolan kening agak terputus di
tengah.
5) Berbadan tegap dan tingginya sekitar
180 cm.
f.
Homo Sapiens
Homo sapiens artinya manusia cerdik berasal dari zaman Holosen
(±40.000 tahun yang lalu), telah mengalami pengecilan pada bagian kepala dan
tubuh yang lain, sehingga fisiknya sudah hampir sama dengan manusia zaman
sekarang. Jenis Homo Sapiens yang sampai sekarang masih ada adalah ras
Mongoloid, ras Kaukasoid, dan ras Negroid. Ras Mongoloid memiliki ciri berkulit
kuning dan menyebar di Asia Tenggara. Ras Kaukasoid berkulit putih berhidung
mancung dan tubuhnya jangkung, hidupnya menyebar di Eropa dan Asia kecil (Timur
Tengah). Ras Negroid berkulit hitam, bibir tebal, berambut keriting, hidup
menyebar di Papua, Australia dan Afrika. Selain ketiga ras tersebut, terdapat
dua ras yang penyebarannya terbatas yaitu ras Austromelanesoid dan ras
Kaukasoid. Ras Austromelanesoid terdapat di Kepulauan Pasifik dan pulau-pulau
di antara Asia dan Australia, sedangkan ras Kaukasoid atau mungkin yang
dimaksud adalah ras Indian yang terdapat di Benua Amerika dan sekarang terdesak
oleh orang kulit putih.
Pada zaman Mesolitikum (zaman Batu Madya atau zaman
mengumpulkan makanan), Homo Sapiens di Indonesia sudah mengenal tempat tinggal
yang tetap dan bercocok tanam secara sederhana. Mereka yang tinggal di tepi
pantai membangun rumah-rumah panggung, sementara yang di pedalaman tinggal di
gua-gua.
2.4 Peta
Temuan Manusia Purba
Wilayah Indonesia, terutama di
daerah lembah sngai Bengawan Solo dan sungai Brantas, merupakan daerah temuan
fosil manusia purba yang pernah hidup di Indonesia. Setelah ditemukannya fosil
Pithecantropus Erectus tersebut orang mulai mengadakan penyelidikan di sekitar
Trinil. Pada tahun 1931 dan 1934 Dr. G.H.R. Von Koenigswald di daerah Ngandong,
masih di wilayah lembah Bengawan Solo menemukan dua tulang paha dan sebelas
tengkorak. Sebagian dari tengkorak itu sudah rusak, tetapi ada beberapa yang
masih baik dan bisa digunakan untuk penelitian yang saksama. Penyelidikan yang
dilakukan Dr. G.H.R. Von Koenigswald dan Weidenriech menunjukkan bahwa mahluk
ini tingkatannya lebih tinggi daripada Pithecantropus Erectus, bahkan mungkin
dapat digolongkan kepada manusia (homo sapiens).
Pada tahun 1936 Dr. G.H.R. Von
Koenigswald menemukan fosil manusia purba ketika mengadakan penelitian di
lembah sungai Solo di dekat Mojokerto. Ia menemukan kerangka manusia yang
diperkirakan lebih tua daripada sisasisa yang ditemukan oleh Dr. Eugene Dubois.
Fosil manusia purba jenis tersebut ditemukan di daerah Wajak, dekat Tulung
Agung, Jawa Timur. Makhluk tersebut di sebut Homo Mojokertensis. Para ahli
menyebutnya Homo Wajakensis, artinya manusia dari Wajak. Fosil manusia purba
dari Mojokerto itu merupakan fosil anak-anak. Menurut ahli purbakala Tn. Van
der Hoop, Homo Mojokertensis hidup kira-kira 600.000 tahun yang lalu, sedangkan
mahluk Pithecantropus Erectus 300.000 tahun yang lalu.
Pada tahun 1939, Von Koenigswald
menemukan fosil manusia purba di lembah Bengawan Solo, desa Perning di dekat
kota Mojokerto, Jawa Timur. Fosil ini berupa tengkorak kanak-kanak yang tampak
pada giginya yang diperkirakan berusia 5 tahun. Jenis manusia purba ini disebut
Pithecantropus Mojokertensis, artinya manusia kera dari Mojokerto. Pada tahun
yang sama Von Koenigswald menemukan lagi fosil manusia purba di lembah sungai
Bengawan Solo. Jenis manusia purbanya disebut Pithecantropus Robusta, artinya
manusia kera yang kuat tubuhnya. Disebut demikian karena bentuk tubuhnya lebih
besar dan kuat daripada Pithecantropus Erectus.
BAB III
PENUTUP
2.1 Kesimpulan
Berdasarkan
pembahasan di atas, maka diperoleh kesimpulan sebagai berikut:
Manusia yang hidup pada zaman
praaksara (prasejarah) disebut manusia purba. Manusia purba adalah manusia penghuni bumi pada zaman
prasejarah yaitu zaman ketika manusia belum mengenal tulisan. Ditemukannya
manusia purba karena adanya fosil dan artefak. Ada beberapa jenis
manusia purba yang ditemukan di wilayah Indonesia Meganthropus Paleojavanicus yaitu manusia purba bertubuh besar tertua di Jawa dan Pithecanthrophus adalah
manusia kera yang berjalan tegak.
Homo Sapiens adalah jenis manusia purba yang
memiliki bentuk tubuh yang sama dengan manusia sekarang. Mereka telah memiliki
sifat seperti manusia sekarang. Kehidupan mereka sangat sederhana, dan hidupnya
mengembara. Jenis kaum Homo Sapiens yang
ditemukan di Indonesia ada 2, yaitu Homo Soloensis yang berarti manusia
purba dari Solo dan Homo Wajakensis yang berarti manusia purba dari Wajak.
2.2 Saran
Demikianlah
makalah ini kami susun dengan baik. Semoga dapat bermanfaat bagi teman-teman.
Kami menyadari makalah ini masih banyak kekurangan, maka kami mengharapkan
saran dan kritik yang senantiasa bersifat membangun demi menyempurnakan makalah
ini.
DAFTAR PUSTAKA
http://pemulakodong.blogspot.com/2014/10/makalah-manusia-purba-di-indonesia_21.html
http://www.plengdut.com/2013/03/Manusia-Purba-Indonesia-yang-Hidup-pada-Masa-Praaksara.html
http://www.plengdut.com/2013/03/Manusia-Purba-Indonesia-yang-Hidup-pada-Masa-Praaksara.html
http://www.info-asik.com/2012/10/sejarah-manusia-purba.html
http://marhadinata.blogspot.com/2013/01/sejarah-manusia-purba-di-indonesia.html
http://smpn1sdk91bubun2013.blogspot.com/2013/03/sejarah-manusia-purba.html
http://yessicahistory.blogspot.com/2013/04/sejarah-manusia-purba-di-indonesia.html
http://zulfahmigo.blogspot.com/2013/01/manusia-purba-pithecanthropus-erectus.html
http://jagoips.wordpress.com/2012/12/28/kehidupan-manusia-pra-aksara/
TUGAS SEJARAH INDONESIA
Disusun untuk memenuhi tugas
mata
pelajaran Sejarah Indonesia
Kelas
X AKUNTANSI 1
Oleh:
Irma Triyani Yahya
Risda Wulandari Putri
A. Adnan Adhyaksa
Siti Nur Firda Sari
Siti Nur Firda Sari
Devi Elvira Amir
Lina Andriani
Sri Rahayu
Lina Andriani
Sri Rahayu
SMK NEGERI 1 BULUKUMBA
KATA
PENGANTAR
Puji Syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa,
karena atas berkat rahmat dan karunia-Nya lah, Makalah ini dapat terselesaikan
dengan baik, tepat pada waktunya. Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah untuk
memenuhi tugas Sejarah Indonesia di tahun ajaran 2014, dengan judul “ MANUSIA PURBA DI INDONESIA ”. Dengan
membuat tugas ini kami diharapkan mampu untuk lebih mengenal tentang Manusia
Purba di Indonesia.
Kami sadar, sebagai seorang pelajar yang masih dalam proses
pembelajaran, penulisan makalah ini masih banyak kekurangannya. Oleh karena
itu, kami sangat mengharapkan adanya kritik dan saran yang bersifat positif,
guna penulisan karya ilmiah yang lebih baik lagi di masa yang akan datang.
Harapan kami, semoga makalah yang sederhana ini, dapat
memberi manfaat tersendiri bagi teman-teman sekalian.
Tim Penyusun
DAFTAR ISI
Kata Pengantar…
Daftar Isi…
BAB 1 PENDAHULUAN…
1.1 Latar
Belakang…
1.2 Rumusan
Masalah…
1.3 Tujuan
Penulisan…
BAB 2 PEMBAHASAN…
2.1 Pengertian Manusia Purba…
2.2 Para Peneliti
Manusia Purba di Indonesia…
2.3 Kondisi Alam dan
Jenis Manusia Purba di Indonesia…
2.4 Peta Temuan Manusia Purba…
BAB 3 PENUTUP…
3.1 Kesimpulan…
3.2 Saran…
DAFTAR PUSTAKA…
Semoga bermanfaat!!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar