Selasa, 21 Oktober 2014

MAKALAH MANUSIA PURBA DI INDONESIA


BAB I
PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang
Manusia yang hidup pada zaman Praaksara sekarang sudah berubah menjadi fosil. Fosil manusia yang ditemukan di Indonesia dalam perkembangan terdiri dari beberapa jenis. Penemuan-penemuan fosil ini banyak disumbang oleh Indonesia. Hal ini dikarenakan Indonesia merupakan wilayah tropis dan mempunyai iklim yang cocok dihuni manusia kala itu. Penemuan-penemuan fosil sangat berguna bagi perkembangan ilmu sejarah sekarang ini. Baik dalam hal menjelaskan kehidupan manusia kala itu. Hewan yang pernah hidup dan bagaimana evolusi manusia hingga menjadi sekarang ini. Indonesia banyak menyumbang fosil manusia-manusia purba. Dilihat dari hasil penemuan di Indonesia maka dapat dipastikan Indonesia mempunyai banyak sejarah peradapan manusia mulai saat manusia hidup. Dengan begitu ilmu sejarah akan terus berkembang sejalan dengan fosil-fosil yang ditemukan. Hal ini diketahui dari kedatangan para ahli dari Eropa pada abad ke-19, dimana mereka tertarik untuk mengadakan penelitian tentang fosil manusia di Indonesia. Itu sebabnya makalah ini dibuat untuk mengetahui lebih jelas dan terperinci mengenai pengertian manusia purba yang ditemukan di Indonesia dan homo sapiens serta kehidupannya pada masa itu.

1.2  Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan beberapa permasalahan yang akan dibahas adalah sebagai berikut:
1.2.1  Apa yang dimaksud dengan manusia purba?
1.2.2  Siapa sajakah para ahli yang meneliti keberadaan manusia purba di Indonesia?
1.2.3  Bagaimana kondisi alam dan jenis manusia purba di Indonesia?

1.3  Tujuan Penulisan
Berdasarkan rumusan masalah di atas, makalah ini bertujuan sebagai berikut:
1.3.1  Untuk mengetahui pengertian manusia purba.
1.3.2  Untuk mengetahui para ahli yang meneliti keberadaan manusia purba di Indonesia.
1.3.3  Untuk mengetahui kondisi alam dan jenis-jenis manusia purba di Indonesia.


BAB II
PEMBAHASAN

2.1  Pengertian Manusia Purba
Manusia purba diyakini sudah tinggal di bumi ini sekitar 4 juta tahun yang lalu. Tetapi para ahli meyakini bahwa manusia ini sudah ada di bumi sejak 2 juta tahun yang lalu. Manusia purba adalah manusia penghuni bumi pada zaman praaksara atau prasejarah yaitu zaman ketika manusia belum mengenal tulisan. Secara fisik, cirri-ciri manusia purba mempunyai kemiripan dengan manusia modern sekarang (homo sapiens) namun hal kecerdasannya masih rendah (volume otak < 1200 cc) dibandingkan manusia modern. Mereka biasanya hidup secara berkelompok dan mengandalkan bahan makanan dari alam sekitar, baik beerupa tumubuh-tumbuhan maupun binatang, karena belum mengenal cara bercocok tanam. Kehidupannyapun mereka menggunakan alat-alat yang masih sangat sederhana pula. Alat-alat yang mereka gunakan biasanya dari tulang-tulang binatang dan batu.
Para ahli dapat mendeskripsikan kehidupan manusia purba setelah menemukan fosil atau artefak peninggalan manusia purba. Fosil adalah tulang-belulang manusia maupun hewan dan tumbuhan yang telah membatu dalam waktu yang sangat lama. Sedang Artefak adalah peralatan dan perlengkapan kehidupan manusia untuk membantu memenuhi kehidupannya yang terbuat dari batu, tulang, kayu, dan logam. Dengan ditemukannya fosil dan artefak tersebut dapat disusun dan dirangkai perkiraan kehidupan manusia pada zaman lampau. Fosil-fosil manusia hampir ditemukan di seluruh permukaan bumi. Melalui fosil dan artefak itu para ahli dapat meneliti manusia purba untuk mengetahui dan menentukan usia dan keberadaannya.

2.2  Para Peneliti Manusia Purba di Indonesia
Fosil-fosil manusia purba banyak ditemukan di bumi Indonesia. Namun penemuan itu belum dapat memastikan secara keseluruhan  kehidupan dan keberadaan manusia purba di wilayah Indonesia. Para ahli hanya dapat membuat berbagai macam perkiraan atau penafsiran sebagian kecil kehidupan manusia purba. Berikut ini yang pernah meneliti keberadaan manusia purba di Indonesia.

     a.      Eugene Dubois dan BD. Van Reitschotten
Ia mempunyai nama lengkap Marie Francois Thomas Dubois, lahir pada 28 Januari 1858. Eugene Dubois adalah seorang dokter yang berkebangsaan Belanda yang pertama kali datang ke Indonesia. Kedatangannya ke Indonesia bertujuan untuk melaksanakan penelitian lebih lanjut tentang manusia purba di indonesia setelah mendapat kiriman sebuah tengkorak manusia dari salah seorang teman yang bernama BD. Van Reitchotten pada tahun 1889. BD. Van Reitchotten menemukan tengkorak di daerah Wajak, pada saat ia melakukan penggalian marmer. Eugene Dubois berhasil menemukan fosil tengkorak pada tahun 1890 di dekat Desa Trinil, Jawa Timur. Fosil itu diberi nama Pithecanthropus Erectus (manusia kera yang berjalan tegak). Fosil tersebut diduga berusia kurang lebih satu juta tahun. Penemuan ini ternyata telah menggemparkan dunia ilmu pengetahuan di bidang paleontologi dan biologi.
     b.      Ter Haar, Oppenoorth, dan GRH. Von Koenigswald
Ketiga peneliti mengadakan penelitian di daerah Ngandong (Kabupaten Blora). Mereka berhasil menemukan empat belas fosil manusia purba. Fosil-fosil tersebut lebih dikenal dengan Homo Soloensis, karena ditemukan di sepanjang aliran sungai Bengawan Solo. Sekitar tahun 1936-1941, Von Koenigswald menemukan fosil rahang bawah yang berukuran sangat besar, sehingga para ahli member nama Meganthropus Paleojavanicus (artinya manusia besar yang berasal dari pulau Jawa) yang diduga sama dengan Homo Mojokertensis.
     c.       Tjokrohandoyo dan Duifjes
Kedua tokoh ini berhasil menemukan dua fosil di Desa Perning dekat Mojokerto dan Desa Sangiran di daerah Sragen-Surakarta. Penemuan itu menjadi sangat penting karena diperkirakan berasal dari lapisan tanah yang sangat tua (lebih kurang diperkirakan dua juta tahun yang lalu). Fosil yang ditemukan tersebut diberi nama Homo Mojokertensis.
     d.      Prof. Dr. Teuku Jacob
Ia lahir di Peurlak, Aceh Timur pada 6 Desember 1929. Setelah Indonesia merdeka, penelitian itu dilakukan oleh Prof. Dr. Teuku Jacob, ia adalah ilmuwan yang terus memperjuangkan penemuannya bahwa fosil di Flores bukan spesies baru, tetapi bagian dari salah satu subspecies Homo Sapiens dengan ras Austromelanesid. Ia menolak anggapan para ahli Barat bahwa manusia purba di kawasan Sangiran, Solo bertradisi mengayau (memenggal kepala lalu memakan otak sesamanya). Prof. Dr. Teuku Jacob melakukan penelitian di Desa Sangiran dan meluas sampai  di sepanjang aliran sungai  Bengawan Solo. Penelitian ini berhasil menemukan 13 fosil, dan fosil terakhir ditemukan pada tahun 1973 di Desa Sambung Macan dan Sragen.

2.3  Kondisi Alam dan Jenis Manusia Purba di Indonesia
Konon pada zaman es, wilayah kita terbagi menjadi dua bagian. Wilayah barat yang disebut Paparan Sunda menjadi satu dengan Asia Tenggara kontinental. Paparan ini meliputi Jawa, Kalimantan, serta Sumatra dan menjadi satu dengan daratan Asia Tenggara, sehingga merupakan wilayah yang luas. Wilayah timur yang disebut Paparan Sahul menjadi satu dengan Benua Australia. Wilayah yang terletak di antara Paparan Sunda dan Sahul itu meliputi Kepulauan Sulawesi, Nusa Tenggara, dan Maluku. Kawasan ini kelak, oleh Wallacea disebut penyaring bagi fauna (bahkan manusia) di kedua daratan. Karenanya, tipe fauna di kedua daratan cenderung berbeda satu dengan yang lainnya. Dengan dukungan iklim serta suhu yang baik, evolusi tumbuhan dan hewan (termasuk Primates) bisa berlangsung.
Pada masa itu, manusia hidup dalam kelompok-kelompok kecil di berbagai daerah dengan mobilitas yang cukup tinggi. Jalur Indonesia-kontinen Asia bisa mereka tempuh melalui rute darat, begitu pula dengan Indonesia-Australia. Peralatan batu yang ditemukan di Sulawesi Selatan dan Nusa Tenggara serta di Filipina, mungkin bisa digunakan untuk merunut kehidupan Pithecanthropus yang tinggal di kawasan ini. Kemudahan komunikasi itu memungkinkan mereka untuk mengadakan migrasi ke dalam dua arah yang berlawanan.
Perubahan mulai terjadi pada daratan dan kehidupan manusia, saat es mulai mencair. Karena air laut menjadi lebih tinggi dan menutupi bagian-bagian rendah dari kedua paparan, maka membentuk pulau-pulau baru yang saling terpisah. Dampaknya adalah kelompok-kelompok manusia itu menjadi tercerai-berai dan hidup di dalam pulau-pulau yang saling berlainan.
Fenomena alam itu tidak hanya sekali terjadi, sehingga memungkinkan faktor-faktor evolusi seperti seleksi alam, arus gen, dan efek perintis untuk bekerja. Hasilnya adalah populasi baru yang mungkin sekali berbeda dengan induknya. Mungkin karena faktor hibridisasi yaitu pembauran gen atau perjodohan antara dua golongan makhluk hidup. Mungkin pula karena pigminasi yaitu proses pengerdilan individu sebagai akibat adanya seleksi alam dan terbatasnya bahan makanan untuk populasi yang semakin bertambah. Proses inilah yang antara lain mengakibatkan mengapa manusia purba yang ditmukan di kawasan Sangiran berbeda dengan yang ditemukan di Flores pada tahun 2004.
      Latar belakang sejarah di atas memunculkan kehidupan manusia di bumi Indonesia. Berdasarkan penemuan para ahli dapat diketahui adanya beberapa jenis manusia purba yang berhasil ditemukan di Indonesia, diantaranya:
     a.      Meganthropus Paleojavanicus
Meganthropus paleojavanicus berasal dari kata; Megan artinya besar, Anthropus artinya manusia, Paleo berarti tua, Javanicus yang artinya dari Jawa. Jadi bisa disimpulkan bahwa Meganthropus Paleojavanicus adalah manusia purba bertubuh besar tertua di Jawa. Fosil manusia purba ini ditemukan di daerah Sangiran, Jawa Tengah antara tahun 1936-1941 oleh seorang peneliti Belanda bernama Von Koeningswald. Hasil temuan tersebut berupa rahang bawah dan atas. Pada tahun 1952, Marks juga menemukan fosil rahang bawah manusia Meganthropus yang lain pada lapisan Kabuh (Pleistosen tengah) di Sangiran. Fosil yang ditemukan di Sangiran ini diperkirakan telah berumur 1-2 Juta tahun. Ciri-cirinya sebagai berikut:
1)      Memiliki tulang pipi yang tebal.
2)      Memiliki otot kunyah yang kuat.
3)      Memiliki perawakan yang tegap.
4)      Memiliki tonjolan kening yang menyolok.
5)      Memiliki tonjolan belakang yang tajam.
6)      Tidak memiliki dagu.
7)      Memakan jenis tumbuh-tumbuhan.
8)      Mempunyai tempat perlekatan otot tengkuk yang besar dan kuat.
     b.      Pithecanthropus Mojokertensis / Pithecanthropus Robustus
Pithecanthropus Mojokertensis berarti manusia kera dari Mojokerto. Fosil manusia purba ini ditemukan dan diteliti oleh Tjokrohandoyo yang bekerja di bawah pimpinan ahli purbakala Duifjes pada tahun 1936 di daerah Kepuhlagen sebelah utara Perning, Mojokerto. Temuan tersebut berupa fosil anak-anak berusia sekitar 5 tahun. Pithecanthropus Mojokertensis diperkirakan hidup sekitar 2,5 sampai 2,25 juta tahun yang lalu.
Jenis Phitecanthropus mempunyai ciri-ciri antara lain sebagai berikut:
1)      Badan tegap, tetapi tidak seperti Meganthropus.
2)      Tinggi badannya 165-180 cm.
3)      Tidak mepunyai dagu.
4)      Tulang tahang dan geraham kuat serta bagian kening menonjol.
5)      Volume otak belum sempurna seperti jenis Homo, yaitu hanya berkisar 750 - 1.300 cc.
6)      Tulang atap tengkorak tebal dan berbentuk lonjong.
7)      Alat pengunyah dan otot tengkuk sudah mengecil.
     c.       Pithecanthropus Erectus
Pithecanthropus erectus ditemukan oleh Eugene Dubois pada tahun 1890 di sekitar lembah sungai Bengawan Solo, Desa Trinil (Ngawi), Jawa Timur. Hasil temuan fosil tersebut setelah diteliti dan direkonstruksi ternyata menunjukkan bentuk kerangka manusia yang menyerupai kera, sehingga dinamakan Pithecanthropus Erectus yang berarti manusia kera yang berjalan tegak. Mereka hidup sekitar satu juta sampai satu setengah juta tahun yang lalu.
Berdasarkan penelitian pada temuan fosil yang ada, dapat disimpulkan bahwa Pithecanthropus Erectus mempunyai ciri-ciri antara lain:
1)      Berjalan tegak.
2)      Berbadan tegap dengan alat pengunyah yang kuat.
3)      Tinggi badan sekitar 165-170 cm dengan berat badan ± 100 kg.
4)      Makanannya masih kasar dengan sedikit pengolahan.
5)      Volume otaknya berada di antara kera dan manusia.
     d.      Homo Wajakensis
Fosil manusia purba jenis Homo adalah jenis manusia purba yang mendekati ciri-ciri manusia modern. Fosil ini ditemukan pada tahun 1889 oleh Eugene Dobois di desa Wajak (Tulung Agung) Jawa Timur. Fosil yang ditemukan berupa tulang tengkorak, rahang bawah, dan beberapa ruas tulang leher. Hidup antara 25.000-40.000 tahun yang lalu. Adapun jenis Homo Wajakensis mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:
1)      Berbadan tegap.
2)      Volume otak lebih besar daripada Pithecanthropus, yaitu berkisar 1.000-2.000 cc dengan rata-rata 1.350-1.450 cc.
3)      Alat pengunyah, rahang, gigi dan otot tengkuk sudah mengecil.
4)      Otak besar dan kecil sudah berkembang terutama kulit dan otaknya.
5)      Berjalan lebih tegak.
6)      Tinggi badan 130-210 cm dengan berat badan 30-150 kg.
7)      Muka tidak terlalu menonjol ke depan.
8)      Tulang tengkorak mulai membulat.
9)      Berkemampuan membuat alat-alat dari batu dan tulang meskipun masih sangat sederhana.
     e.       Homo Soloensis
Homo Soloensis merupakan jenis fosil manusia praaksara yang ditemukan di lembah sungai Bengawan Solo, oleh Ter Haar dan Ir. Oppenoorth pada tahun 1931–1934 di Desa Ngandong kabupaten Blora. Setelah diteliti oleh Von Koenigswald, fosil tersebut diketahui bahwa ternyata manusia purba jenis Homo Soloensis lebih tinggi tingkatannya daripada Pithecanthropus Erectus. Jenis manusia purba tersebut dinamakan Homo Soloensis atau manusia purba dari Solo. Fosil yang ditemukan berupa tengkorak dan juga tulang kering.
Homo Soloensis mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:
1)      Otak kecilnya lebih kecil dari otak kecil Pithecanthropus Erectus.
2)      Tengkoraknya lebih besar daripada Pithecanthropus Erectus.
3)      Volume otaknya berkisar 1.000-1.300 cc.
4)      Tonjolan kening agak terputus di tengah.
5)      Berbadan tegap dan tingginya sekitar 180 cm.
     f.       Homo Sapiens
Homo sapiens artinya manusia cerdik berasal dari zaman Holosen (±40.000 tahun yang lalu), telah mengalami pengecilan pada bagian kepala dan tubuh yang lain, sehingga fisiknya sudah hampir sama dengan manusia zaman sekarang. Jenis Homo Sapiens yang sampai sekarang masih ada adalah ras Mongoloid, ras Kaukasoid, dan ras Negroid. Ras Mongoloid memiliki ciri berkulit kuning dan menyebar di Asia Tenggara. Ras Kaukasoid berkulit putih berhidung mancung dan tubuhnya jangkung, hidupnya menyebar di Eropa dan Asia kecil (Timur Tengah). Ras Negroid berkulit hitam, bibir tebal, berambut keriting, hidup menyebar di Papua, Australia dan Afrika. Selain ketiga ras tersebut, terdapat dua ras yang penyebarannya terbatas yaitu ras Austromelanesoid dan ras Kaukasoid. Ras Austromelanesoid terdapat di Kepulauan Pasifik dan pulau-pulau di antara Asia dan Australia, sedangkan ras Kaukasoid atau mungkin yang dimaksud adalah ras Indian yang terdapat di Benua Amerika dan sekarang terdesak oleh orang kulit putih.
Pada zaman Mesolitikum (zaman Batu Madya atau zaman mengumpulkan makanan), Homo Sapiens di Indonesia sudah mengenal tempat tinggal yang tetap dan bercocok tanam secara sederhana. Mereka yang tinggal di tepi pantai membangun rumah-rumah panggung, sementara yang di pedalaman tinggal di gua-gua.

2.4  Peta Temuan Manusia Purba
Wilayah Indonesia, terutama di daerah lembah sngai Bengawan Solo dan sungai Brantas, merupakan daerah temuan fosil manusia purba yang pernah hidup di Indonesia. Setelah ditemukannya fosil Pithecantropus Erectus tersebut orang mulai mengadakan penyelidikan di sekitar Trinil. Pada tahun 1931 dan 1934 Dr. G.H.R. Von Koenigswald di daerah Ngandong, masih di wilayah lembah Bengawan Solo menemukan dua tulang paha dan sebelas tengkorak. Sebagian dari tengkorak itu sudah rusak, tetapi ada beberapa yang masih baik dan bisa digunakan untuk penelitian yang saksama. Penyelidikan yang dilakukan Dr. G.H.R. Von Koenigswald dan Weidenriech menunjukkan bahwa mahluk ini tingkatannya lebih tinggi daripada Pithecantropus Erectus, bahkan mungkin dapat digolongkan kepada manusia (homo sapiens).
Pada tahun 1936 Dr. G.H.R. Von Koenigswald menemukan fosil manusia purba ketika mengadakan penelitian di lembah sungai Solo di dekat Mojokerto. Ia menemukan kerangka manusia yang diperkirakan lebih tua daripada sisasisa yang ditemukan oleh Dr. Eugene Dubois. Fosil manusia purba jenis tersebut ditemukan di daerah Wajak, dekat Tulung Agung, Jawa Timur. Makhluk tersebut di sebut Homo Mojokertensis. Para ahli menyebutnya Homo Wajakensis, artinya manusia dari Wajak. Fosil manusia purba dari Mojokerto itu merupakan fosil anak-anak. Menurut ahli purbakala Tn. Van der Hoop, Homo Mojokertensis hidup kira-kira 600.000 tahun yang lalu, sedangkan mahluk Pithecantropus Erectus 300.000 tahun yang lalu.
Pada tahun 1939, Von Koenigswald menemukan fosil manusia purba di lembah Bengawan Solo, desa Perning di dekat kota Mojokerto, Jawa Timur. Fosil ini berupa tengkorak kanak-kanak yang tampak pada giginya yang diperkirakan berusia 5 tahun. Jenis manusia purba ini disebut Pithecantropus Mojokertensis, artinya manusia kera dari Mojokerto. Pada tahun yang sama Von Koenigswald menemukan lagi fosil manusia purba di lembah sungai Bengawan Solo. Jenis manusia purbanya disebut Pithecantropus Robusta, artinya manusia kera yang kuat tubuhnya. Disebut demikian karena bentuk tubuhnya lebih besar dan kuat daripada Pithecantropus Erectus.


BAB III
PENUTUP

2.1 Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan di atas, maka diperoleh kesimpulan sebagai berikut:
Manusia yang hidup pada zaman praaksara (prasejarah) disebut manusia purbaManusia purba adalah manusia penghuni bumi pada zaman prasejarah yaitu zaman ketika manusia belum mengenal tulisan. Ditemukannya manusia purba karena adanya fosil dan artefak. Ada beberapa jenis manusia purba yang ditemukan di wilayah Indonesia Meganthropus Paleojavanicus yaitu manusia purba bertubuh besar tertua di Jawa dan Pithecanthrophus adalah manusia kera yang berjalan tegak.
Homo Sapiens adalah jenis manusia purba yang memiliki bentuk tubuh yang sama dengan manusia sekarang. Mereka telah memiliki sifat seperti manusia sekarang. Kehidupan mereka sangat sederhana, dan hidupnya mengembara. Jenis kaum Homo Sapiens yang ditemukan di Indonesia ada 2, yaitu Homo Soloensis yang berarti manusia purba dari Solo dan Homo Wajakensis yang berarti manusia purba dari Wajak.

2.2 Saran
Demikianlah makalah ini kami susun dengan baik. Semoga dapat bermanfaat bagi teman-teman. Kami menyadari makalah ini masih banyak kekurangan, maka kami mengharapkan saran dan kritik yang senantiasa bersifat membangun demi menyempurnakan makalah ini.


DAFTAR PUSTAKA

http://pemulakodong.blogspot.com/2014/10/makalah-manusia-purba-di-indonesia_21.html
http://www.plengdut.com/2013/03/Manusia-Purba-Indonesia-yang-Hidup-pada-Masa-Praaksara.html
http://indonesiaindonesia.com/f/89905-manusia-purba-indonesia/
http://www.info-asik.com/2012/10/sejarah-manusia-purba.html
http://marhadinata.blogspot.com/2013/01/sejarah-manusia-purba-di-indonesia.html
http://smpn1sdk91bubun2013.blogspot.com/2013/03/sejarah-manusia-purba.html
http://yessicahistory.blogspot.com/2013/04/sejarah-manusia-purba-di-indonesia.html
http://zulfahmigo.blogspot.com/2013/01/manusia-purba-pithecanthropus-erectus.html
http://jagoips.wordpress.com/2012/12/28/kehidupan-manusia-pra-aksara/


TUGAS SEJARAH INDONESIA 

Disusun untuk memenuhi tugas
mata pelajaran Sejarah Indonesia
Kelas X AKUNTANSI 1 


Oleh:
Irma Triyani Yahya
Risda Wulandari Putri
A. Adnan Adhyaksa
Siti Nur Firda Sari
Devi Elvira Amir
Lina Andriani
Sri Rahayu

SMK NEGERI 1 BULUKUMBA

KATA PENGANTAR

Puji Syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat rahmat dan karunia-Nya lah, Makalah ini dapat terselesaikan dengan baik, tepat pada waktunya. Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas Sejarah Indonesia di tahun ajaran 2014, dengan judul “ MANUSIA PURBA DI INDONESIA ”. Dengan membuat tugas ini kami diharapkan mampu untuk lebih mengenal tentang Manusia Purba di Indonesia.

Kami sadar, sebagai seorang pelajar yang masih dalam proses pembelajaran, penulisan makalah ini masih banyak kekurangannya. Oleh karena itu, kami sangat mengharapkan adanya kritik dan saran yang bersifat positif, guna penulisan karya ilmiah yang lebih baik lagi di masa yang akan datang.

Harapan kami, semoga makalah yang sederhana ini, dapat memberi manfaat tersendiri bagi teman-teman sekalian.



Tim Penyusun




DAFTAR ISI

Kata Pengantar…
Daftar Isi…

BAB 1 PENDAHULUAN…
1.1  Latar Belakang…
1.2  Rumusan Masalah…
1.3  Tujuan Penulisan…
BAB 2 PEMBAHASAN…
2.1 Pengertian Manusia Purba…
2.2 Para Peneliti Manusia Purba di Indonesia…
2.3 Kondisi Alam dan Jenis Manusia Purba di Indonesia…
2.4 Peta Temuan Manusia Purba…
BAB 3 PENUTUP…
3.1 Kesimpulan…
3.2 Saran…
DAFTAR PUSTAKA…

Semoga bermanfaat!!

Tidak ada komentar: